PENANGANAN KASUS KEJAHATAN DENGAN MENEMBAK MATI PELAKU YANG MELAKUKAN PERLAWANAN TERHADAP PETUGAS DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR PALEMBANG
Abstract
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana penanganan kasus kejahatan dengan menembak mati pelaku yang melakukan perlawanan terhadap petugas di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Besar Palembang, (2) apa saja yang menjadi faktor yang mempengaruhi dalam penanganan kasus kejahatan dengan menembak mati pelaku yang melakukan perlawanan terhadap petugas di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Besar Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penanganan kasus kejahatan dengan menembak mati pelaku yang melakukan perlawanan terhadap petugas di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Besar Palembang telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dimana sebagai upaya penal dilakukan dengan represif melalui menembak mati di tempat oleh aparat kepolisian merupakan suatu tugas Polisi yang bersifat represif menindak berdasarkan pasal 48 huruf c Perkap 8 tahun 2009. (2) Faktor yang mempengaruhi dalam penanganan kasus kejahatan dengan menembak mati pelaku yang melakukan perlawanan terhadap petugas di wilayah hukum kepolisian Resor Kota Besar Palembang yaitu pertama, faktor hukum itu sendiri. Pengaturan hukum tembak ditempat merupakan tindakan tidak manusiawi, pada dasarnya tembak mati di tempat tersebut bertentangan dengan pasal ditempat bersifat situasional, yaitu 28A UUD 1945 yang menjamin hak diterapkan pada saat keadaan tertentu setiap orang untuk hidup serta berhak yang memak seseorang penegak mempertahankan hidup dan hukum untuk melakukannya, sebagai kehidupannya. Kedua, faktor penegak hukum itu sendiri yaitu mental anggota yang tidak mempunyai keberanian untuk menembak dan kurangnya kemampuan/kemahiran anggota kepolisian dalam melakukan tindakan keras untuk melakukan wewenang tembak di tempat. Ketiga, faktor masyarakat dimana masyarakat pada umumnya pro dan kontra atas kebijakan ini karena dianggap melanggar HAM. Keempat, faktor lingkungan dalam hal ini tingkat keramaian publik.
Copyright (c) 2022 Harri Putra Makmur, Abdul Latif Mahfuz
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.