Peran Subden 4 Detasemen A Pelopor Sat Brimob Polda Jateng dalam Penanganan Unjuk Rasa Penolakan Pendirian Pabrik Semen Tambakromo di Wilayah Hukum Polres Pati
The Role of Subden 4 Detasemen A Pelopor Sat Brimob of Central Java Regional Police in Handling Demonstration of Refusal to Establish a Tambakromo Cement Plant in the Jurisdiction of Pati Police Department
Abstract
Unjuk rasa yang menuntut ditutupnya pabrik semen di daerah Pegunungan kendeng Kabupaten Pati. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat dari wilayah pegunungan kendeng yang mana merupakan wilayah pegunungan kapur berujung rusuh,sedikitnya puluhan orang mengalami luka ringan dan salah seorang pengunjuk rasa harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan medis dikarenakan dagunya sobek terkena tembakan flashball dari petugas dan aksi ini juga sempat memblokade jalur pantura yang kemudian menyebabkan kemacetan panjang di jalur tersebut. Aksi unjuk rasa yang terjadi di Kabupaten Pati yang dapat ditarik akar permasalahannya mengenai korban luka yang diakibatkan oleh penanganan petugas pada saat terjadinya unjuk rasa yang anarkis. Bagaimana peran personil dari Polres Pati dan Personil Brimob yang melakukan pengamanan serta penanganan unjuk rasa tersebut, sudah sesuai prosedur atau memang masyarakat yang tidak bisa dikendalikan oleh petugas sehingga muncul aksi anarkis dan mengakibatkan jatuhnya korban di pihak pengunjuk rasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian lapangan. Sumber informasi terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumen. Sebagai pisau analisis, peneliti menggunakan Skep Kakorpsbrimob Polri No.Pol : Skep / 73 /VII / 2006 tentang Budomlak PHH Brimob, teori Manajemen, dan teori perubahan perilaku. Berdasarkan temuan peneliti, peran subden 4 sudah sesuai dengan tahapan penanganan unjuk rasa, namun dalam tahap pelaksanaan tidah difungsikan mengenai pleton penindak untuk menindak provokator. Selain itu terdapat faktor internal yaitu kurnag koordinasi antar satuan, kemudian faktor eksternal yaitu masyarakat yang masih berpikiran tradisional mengenai pembangunan. Saran yang diberikan adalah bagi anggota polri harus bisa mengedepankan HTCK yang baik dalam setiap pelaksanaan tugas, selain itu bagi masyarakat harus bisa terbuka mengenai dampak positif pembangunan.
Demonstrations demanding the closure of a cement factory in the Kendeng Mountains region of Pati Regency. The action was carried out by people from the Kendeng mountainous region which is a limestone mountain region which ended in riot, at least dozens of people suffered minor injuries and one of the protesters had to be rushed to the hospital and received medical treatment because his chin was torn by a flashball shot by the officer and this action also had blocked the pantura lane which then caused a long traffic jam on the lane. Demonstrations that occurred in Pati District which could be drawn from the root of the problem regarding the wounded victims caused by the handling of officers at the time of the anarchist demonstration. How is the role of personnel from the Pati Police Station and Brimob Personnel who carry out security and handling the demonstration, according to procedures or indeed the community that cannot be controlled by officers so that anarchist action appears and results in casualties on the part of the protesters. This study uses a qualitative approach with field research methods. Information sources consist of primary data and secondary data. Data collection techniques used include interviews, observation, and study of documents. As a knife for analysis, researchers used the Police Kakorpsbrimob Skep No.Pol: Skep / 73 / VII / 2006 on Budhlak PHH Brimob, Management theory, and behavior change theory. Based on the findings of the researchers, the role of Subden 4 is already in accordance with the stage of handling the demonstration, but in the implementation stage it is not functioning regarding the platoon to act against the provocateurs. In addition there are internal factors, namely the level of coordination between units, then external factors, namely the community who still think traditionally about development. The advice given is for police officers to be able to prioritize good HTCK in every task implementation, in addition to that the community must be open about the positive impacts of development.
References
Anthoillah, Anton. 2010. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Pusaka Setia
Fahmi, Irham.2012.Manajemen Teori Kasus dan Solusi. Bandung: Alfabeta
Mohammad, Farouk dan H Dajaali. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Retu Agung
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia Baru
Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press
Undang-Undang :
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendali Massa
Skep Kakorps Brimob Nomor 73/ VII/ 2006 tentang Buku Pedoman Pelaksanaan PHH Brimob Polri
Makalah :
Marzuki, Rusdi. 2013. Peningkatan Peran Satuan Sabhara dalam Penanganan Unjuk rasa Di Wilayah Hukum Polresta Balerang.Skripsi-PTIK. AKPOL
Sumantri, Edy Bagus. 2011. Kinerja Personil Detasemen B Sat III Pelopor Dalam menanggulangi Unjuk Rasa Di Jakarta. Skripsi-PTIK. Jakarta
Copyright (c) 2017 Iqbal Januarzah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.